Agribisnis Perbenihan
Beranda » Agribisnis » Revitalisasi Penyuluhan Pertania

Revitalisasi Penyuluhan Pertania

Accumini.com –  Revitalisasi Penyuluhan Pertania. Revitalisasi Penyuluhan Pertanian merupakan bagian penting dari program Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan Presiden pada Juli 2005. Sebagai tindak lanjutnya, Menteri Pertanian mencanangkan program Revitalisasi Penyuluhan Pertanian (RPP) pada 3 Desember 2005. Tujuan utamanya adalah untuk menata kembali sistem penyuluhan pertanian agar lebih berdaya guna, efektif, dan mampu menjawab tantangan sektor pertanian masa kini. Dalam hal ini, penyuluhan tidak hanya bertugas menyampaikan informasi teknis, tetapi juga menjadi agen pemberdayaan petani dalam menghadapi dinamika agribisnis dan pasar global.

Program ini difokuskan pada beberapa sub-program penting, seperti penataan kelembagaan penyuluhan, peningkatan kuantitas dan kualitas penyuluh pertanian, penguatan kelembagaan dan kepemimpinan petani, serta integrasi sistem penyelenggaraan penyuluhan dengan agribisnis. Salah satu tonggak penting dalam program ini adalah keluarnya UU Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K), yang menjadi dasar hukum penguatan kelembagaan penyuluhan dari pusat hingga ke tingkat kecamatan.

Namun sebelum hadirnya UU SP3K, kondisi penyuluhan pertanian di Indonesia memprihatinkan. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah, kelembagaan penyuluhan menjadi tidak terorganisir dengan baik, bahkan di banyak kabupaten/kota lembaga penyuluhan ditiadakan atau tidak difungsikan secara optimal. Akibatnya, penyuluh tidak memiliki kejelasan tugas, jenjang karier, tunjangan fungsional, serta fasilitas kerja yang memadai. Hal ini berdampak langsung pada melemahnya kinerja penyuluhan dan kurangnya efektivitas dalam pemberdayaan petani.

Rendahnya jumlah dan kualitas penyuluh pertanian semakin diperparah oleh minimnya sarana dan prasarana penyuluhan serta dukungan dana yang terbatas. Banyak penyuluh alih profesi atau memasuki masa pensiun, sehingga tidak sebanding dengan jumlah petani dan kelompok tani yang harus dilayani. Sementara itu, sistem penyuluhan yang tidak terintegrasi dan penggunaan berbagai pendekatan yang tidak seragam membuat petani menjadi kebingungan, kehilangan fokus, dan tidak mampu mengembangkan usahanya secara optimal.

Baca Juga  Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Proses Inovasi

Dalam menghadapi era globalisasi dan tantangan pasar bebas, penyuluhan pertanian yang mengandalkan pendekatan top-down sudah tidak relevan. Yang dibutuhkan saat ini adalah pendekatan partisipatif dan kemitraan sejajar antara penyuluh dan petani. Petani harus memiliki kapasitas untuk membuat keputusan mandiri, mampu memilih teknologi dan inovasi terbaik, serta membangun usaha tani yang produktif, efisien, dan berdaya saing tinggi. Semua ini hanya bisa dicapai jika penyuluhan dijalankan dalam sistem yang terkoordinasi, konsisten, dan didukung penuh oleh pemerintah pusat dan daerah.

Penting pula dicatat bahwa keberagaman bentuk kelembagaan penyuluhan di berbagai daerah menambah kompleksitas masalah. Ada yang berbentuk badan, balai, sub-dinas, UPTD, hingga kelompok jabatan, dengan peran dan fungsi yang tidak seragam. Selain itu, belum adanya sistem hukum yang jelas dan terintegrasi tentang siapa yang bertugas menyuluh, bagaimana dan di mana penyuluhan dilakukan, menjadi hambatan besar dalam menciptakan sistem penyuluhan pertanian nasional yang efektif.

Dengan jumlah petani yang masih sangat besar dan kondisi yang lemah dalam hal skala usaha, produktivitas, hingga posisi tawar di pasar, penyuluhan pertanian tetap memegang peranan strategis. Perlu adanya reformasi total dalam sistem penyuluhan pertanian, agar petani tidak lagi kehilangan waktu dan energi dalam mengikuti berbagai kegiatan yang tumpang tindih. Penyuluhan pertanian harus menjadi instrumen utama dalam meningkatkan produktivitas, pendapatan, dan kesejahteraan petani Indonesia.

Kesimpulan:
Revitalisasi penyuluhan pertanian merupakan kebutuhan mendesak yang harus direspon dengan langkah konkret, terkoordinasi, dan partisipatif. Melalui sistem penyuluhan yang kuat, profesional, dan terintegrasi, petani Indonesia dapat bertransformasi menjadi pelaku utama pertanian yang cerdas, mandiri, dan sejahtera di tengah tantangan global.

Scroll to Top