Agribisnis Perbenihan
Beranda » Agribisnis » Permasalahan Umum dalam Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian di Indonesia

Permasalahan Umum dalam Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian di Indonesia

Accumini.com –  Permasalahan Umum dalam Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian di Indonesia. Penyuluhan pertanian merupakan pilar penting dalam peningkatan kapasitas dan keberdayaan petani di Indonesia. Namun, dalam praktiknya, penyelenggaraan penyuluhan pertanian masih menghadapi berbagai permasalahan yang kompleks, baik dari sisi konsep, pelaksanaan, hingga aspek kelembagaan. Permasalahan-permasalahan ini berpotensi menghambat peran strategis penyuluhan dalam mendorong pembangunan pertanian yang berkelanjutan dan partisipatif. Untuk itu, diperlukan identifikasi mendalam terhadap kendala-kendala yang dihadapi agar dapat dirumuskan solusi yang tepat dan menyeluruh.

Isi Tersusun Rapi:
Beberapa permasalahan umum dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian antara lain:

a) Terjadi perbedaan persepsi mengenai pengertian penyuluhan pertanian antara pembina di tingkat pusat dan pelaksana di daerah, yang menimbulkan ketidaksepahaman dalam pelaksanaannya.

b) Visi, misi, dan tujuan penyuluhan pertanian juga dipahami secara berbeda oleh masing-masing pihak, sehingga tidak ada keselarasan dalam arah kebijakan maupun program kerja.

c) Metode dan pendekatan yang digunakan dalam penyuluhan pertanian masih belum sesuai dengan paradigma pembangunan pertanian yang partisipatif dan berkelanjutan.

d) Di tingkat kabupaten/kota, penyuluhan pertanian dilaksanakan oleh berbagai lembaga yang memiliki tugas dan fungsi berbeda-beda, sehingga menimbulkan ketidakterpaduan dalam pelaksanaan dan hasilnya.

Baca Juga  Hasil Observasi dan Diskusi Teknologi Produksi Pertanian

e) Jabatan fungsional penyuluh pertanian tidak dibina secara optimal, yang berdampak pada rendahnya profesionalisme dan kinerja penyuluh.

f) Peraturan perundang-undangan terkait pembinaan dan pemberdayaan SDM pertanian belum secara tegas dan jelas mengatur tentang penyuluhan pertanian sebagai bagian integral pembangunan pertanian.

g) Tidak adanya jaminan perlindungan bagi petani dari risiko penggunaan teknologi baru yang disarankan dalam penyuluhan membuat petani ragu untuk menerapkannya.

h) Minimnya dukungan biaya operasional juga menjadi kendala besar dalam efektivitas pelaksanaan penyuluhan.

i) Adanya perubahan lingkungan strategis, seperti globalisasi, otonomi daerah, perubahan kebijakan pembangunan, dan pergeseran kondisi sosial-ekonomi petani, berdampak besar terhadap sistem penyuluhan yang saat ini belum beradaptasi secara maksimal.

Kesimpulan:
Berbagai permasalahan tersebut jika dibiarkan tanpa solusi akan menyebabkan penyuluhan pertanian gagal menjalankan fungsinya sebagai fasilitator dalam peningkatan kapasitas dan kesejahteraan petani. Maka dari itu, diperlukan kebijakan revitalisasi penyuluhan pertanian secara komprehensif yang dituangkan dalam bentuk Undang-Undang Sistem Penyuluhan Pertanian. Hal ini menjadi langkah strategis agar sistem penyuluhan di Indonesia lebih terarah, terintegrasi, dan mampu menjawab tantangan zaman.

Scroll to Top