Agribisnis Perbenihan
Beranda » Agribisnis » Struktur Masyarakat Perkotaan dan Pedesaan

Struktur Masyarakat Perkotaan dan Pedesaan

Accumini.com – Struktur Masyarakat Perkotaan dan Pedesaan. Struktur Masyarakat Pedesaan. Indonesia, yang dikenal dengan sebutan Nusantara, terdiri dari sekitar 13.667 pulau besar dan kecil yang tersebar luas dan dipersatukan oleh laut serta selat. Kondisi geografis ini sangat memengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia. Di wilayah yang luas tersebut terdapat sekitar 50.000 desa, masing-masing memiliki karakteristik unik.

Desa merupakan kesatuan hidup setempat yang terbentuk dari satuan yang lebih kecil seperti kampung. Desa juga merupakan satuan hukum masyarakat yang memiliki sebutan berbeda-beda tergantung suku bangsa. Meski namanya bervariasi, desa-desa di Indonesia umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Memiliki wilayah dengan batas-batas yang jelas.

  2. Ditempati oleh sekelompok masyarakat sebagai satu kesatuan.

  3. Bersifat homogen dari segi adat istiadat.

  4. Memiliki sistem perekonomian dan kepercayaan yang khas.

  5. Memiliki struktur sosial yang unik.

Sebagian besar masyarakat desa bersifat agraris, menjunjung tinggi nilai sosial, menjaga adat istiadat, dan memiliki tradisi serta kebiasaan yang berbeda antara satu desa dengan desa lainnya.

Gejala umum yang ditemukan dalam masyarakat desa antara lain:

  • Jumlah penduduk yang tidak sebanding dengan luas lahan pertanian produktif, menimbulkan masalah dalam tata guna tanah, pemilikan, dan pengelolaan.

  • Kebergantungan sosial antarwarga dalam penggunaan tenaga kerja pertanian, sehingga hasil produksi berkurang.

  • Tingkat perekonomian yang rendah dan terbatasnya lapangan kerja mendorong terjadinya urbanisasi.

  • Kurangnya tenaga kerja terampil, karena lulusan pendidikan menengah dan tinggi lebih memilih tinggal di kota daripada kembali ke desa.

Dilihat dari adat istiadat, tingkat perkembangan sosial-ekonomi, dan kondisi sosial budaya, desa-desa menunjukkan perbedaan. Desa pedalaman, desa pinggiran kota, desa pantai, dan desa di wilayah urban memiliki karakteristik berbeda. Berdasarkan mata pencaharian, desa juga dapat diklasifikasikan sebagai desa nelayan, agraris, peladang, atau desa dengan pekerjaan yang lebih beragam.

Dari sisi pembangunan, terdapat desa yang belum tersentuh pembangunan karena kondisi geografisnya yang terpencil, seperti desa-desa di pedalaman Irian, Kalimantan, dan Sulawesi.

2) Klasifikasi Desa

Berdasarkan tingkat pembangunan dan perkembangan, desa di Indonesia diklasifikasikan menjadi:

a) Pra Desa

Pra desa adalah wilayah setingkat desa yang masih sangat sederhana. Penduduknya bermata pencaharian ladang berpindah-pindah, tinggal di daerah terpencil, dan terasing dari pengaruh luar. Contohnya adalah masyarakat suku terasing seperti Suku Sasak di perbatasan Jambi-Palembang, Suku Mentawai di Sumatera Barat, serta suku pedalaman Kalimantan dan Irian Jaya.

Baca Juga  Mengenal Sistem Agribisnis Tanaman dan Peluang Usaha yang Dapat Dikembangkan

Pemerintah melalui Departemen Sosial (Depsos) membina masyarakat suku terasing ini melalui program pemukiman kembali (resettlement).

b) Desa Swadaya

Desa swadaya adalah desa yang sudah memiliki tempat tinggal tetap dan organisasi sosial berdasarkan norma hukum, baik tertulis maupun tidak. Masyarakatnya memiliki kemauan untuk membangun, semangat gotong royong masih kuat, meskipun sarana dan prasarana pembangunan masih terbatas.

Ciri desa swadaya antara lain:

  • Kehidupan sosial masih tradisional.

  • Stratifikasi sosial berdasarkan keturunan dan kekayaan (terutama tanah).

  • Ketergantungan pada alam tinggi.

  • Produktivitas dan pengetahuan masyarakat masih rendah.

  • Sarana ibadah dan balai desa sederhana.

  • Minim pengaruh kehidupan kota.

c) Desa Swakarya

Desa swakarya menunjukkan perkembangan lebih baik. Warganya memiliki keinginan kuat untuk membangun dengan didukung prasarana dan fasilitas yang mulai memadai. Perubahan sosial mulai tampak, mobilitas sosial meningkat, dan jasa serta keterampilan mulai dihargai.

Ciri lainnya:

  • Mulai mengenal pasar dan menggunakan kendaraan bermotor.

  • Teknik pertanian lebih baik dan hasilnya dipasarkan.

  • Perdagangan dan sistem kredit mulai berkembang.

  • Sarana transportasi dan komunikasi meningkat.

  • Pengaruh kehidupan kota mulai masuk.

d) Desa Swasembada

Desa swasembada merupakan desa yang telah berkembang pesat dan hampir mencapai tahap “tinggal landas”. Pembaruan-pembaruan dimanfaatkan secara efektif, semangat gotong royong tinggi, dan hubungan dengan pasar serta pusat perdagangan nasional sudah lancar.

Faktor strategis desa swasembada:

  • Pemasaran hasil produksi berjalan baik.

  • Teknologi terus berkembang.

  • Bahan baku dan alat produksi tersedia.

  • Fasilitas kredit efektif.

  • Transportasi dan komunikasi lancar.

  • Keterampilan masyarakat tinggi.

  • Administrasi desa rapi dan lembaga sosial efektif.

Desa swasembada berpotensi menjadi kota kecil, pusat perdagangan, dan fasilitas umum bagi desa sekitarnya. Bila mencapai tingkat optimal, desa ini akan mencerminkan kehidupan sejahtera, adil, makmur, dan dinamis—yakni sebagai Desa Pancasila.

Kesimpulan

Tingkatan pembangunan desa menunjukkan perkembangan masyarakat desa di Indonesia. Klasifikasi desa dari pra desa hingga swasembada menjadi indikator kemampuan warga dalam mencapai kesejahteraan. Masyarakat pedesaan yang cenderung tradisional berbeda dengan masyarakat perkotaan yang lebih modern, namun tidak secara mutlak.

Perbedaan antara desa dan kota lebih pada ciri umum, bukan individual. Bahkan, banyak warga desa berpikiran modern, dan sebaliknya warga kota yang masih hidup dengan pola tradisional. Karena itu, perubahan sosial budaya terus berlangsung seiring masuknya pengaruh kehidupan kota ke desa-desa di seluruh Nusantara.

Scroll to Top